Semua orang tahu bahwa suasana
desa memang sepi dan tidak ramai seperti suasanan di perkotaan dan hal
ini membuat desa menjadi lebih menyeramkan daripada kota di malam hari.
Kalau di kota banyak orang masih berkeliaran bahkan sampai larut malam,
tidak begitu halnya di desa. Aku kebetulan adalah salah satu orang yang
tinggal di desa dan aku pernah mengalami kejadian sangat menyeramkan
yaitu bertemu pocong super seram di desaku. Waktu itu, aku dan temanku,
Yono, baru saja main ke rumah salah satu tetangga kami namanya Mas Wahyu
dan kami berdua memutuskan untuk pulang ketika waktu sudah sangat larut
yaitu sekitar pukul 11 malam. Kami harus berjalan melewati jalan
setapak di pinggir hutan yang sepi dan sangat menyeramkan.
Dari awal, kami sudah merasa sangat merinding
karena memang jalan yang kami lalui tersebut adalah jalan dimana orang
desa kami sering melihat penampakan hantu. Sebelum pulang, saya bilang
kepada Yono, “Eh, Yon, ntar di jalan jangan ngomong apa-apa ya, takutnya
ngganggu penghuni hutan dan kita malah ditakuti.”, kataku. Yono pun
setuju dan menimpali, “Iya, trus jalannnya pelan-pelan aja, kata
simbahku, hantu itu tahu orang takut apa nggak dari langkahnya. Kalo
cepat berarti takut, kalo lambat berarti berani, jadi pelan-pelan aja
jalannya.”. Kami pun mulai berjalan dengan pelan dan sangat hati-hati,
namun kami tak bisa menolak kalau suasana malam itu sangat mencekam.
Ditambah lagi, ada suara burung hantu yang membuat kami jadi tambah
bergidik setiap kali mendengarnya.
Saya dan Yono akhirnya sudah berjalan cukup jauh
dari rumah mas Wahyu sehingga kami sedikit berpikir kalau trik berjalan
pelan yang kami gunakan berguna. Namun begitu, kami tetap merinding
minta ampun setiap kali semilir angin menerpa kulit kami. Singkat kata,
sampailah kami di titik yang menurut warga di kampung kami salah satu
lokasi paling angker di sepanjang jalan tersebut dan kengerian pun
dimulai. Saat rasa ketakutan kami memuncak karena kami ingat cerita
orang-orang kampung, seketika itu juga terlihat satu sosok pocong super
seram berdiri di tengah rimbunnya pohon yang gelap.
Meskipun saat itu kami sedang membawa senter,
kami tidak berani mengarahkan cahaya senter ke sosok tersebut karena
sudah jelas apa yang kami lihat. Ya, sosok tersebut adalah pocong dan
kami pun langsung bergidik ketakutan ketika sosok tesebut memperlihatkan
wujudnya kepada kami. Yang lebih menakutkan lagi, pocong tersebut
mengeluarkan suara yang meski hanya pelan dan rendah seperti suara
laki-laki, tapi sangat menyeramkan. “Aaaaaa”, begitu kira-kira suara
pocong tersebut. Ada sesuatu yang seolah-olah mencegah kami bergerak
melihat penampakan dan mendengar suara pocong tersebut. Dengan segenap
tenaga, aku pun mengajak Yono kembali ke rumah mas Wahyu. “Yo.. Yo..
Yon, balik ke te.. te.. tempat.. Mas Wahyu.” Kami tidak berani pulang
melewati jalan yang dicegat oleh pocong super seram tersebut dan
akhirnya kami pun kembali ke rumah mas Wahyu